vendor tumpeng nasi kuning di Jakarta barat





Tumpeng atau nasi tumpeng adalah makanan masyarakat Jawa yang penyajian nasinya dibentuk kerucut dan ditata dengan dengan lauk-pauknya. Olahan nasi yang dipakai umumnya berbentuk nasi kuning, nasi putih biasa, atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi keturunan Jawa dan umumnya dibikin pada selagi kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, penduduk Indonesia telah mengenal kesibukan ini secara umum.

Tumpeng biasa di sediakan di atas tampah (wadah berwujud bundar tradisional yang terbuat dari anyaman bambu) yang udah dialasi daun pisang.

Masyarakat di pulau Jawa, Bali dan Madura punya rutinitas sebabkan tumpeng untuk kenduri atau merayakan suatu peristiwa penting, seperti perayaan kelahiran atau kembali tahun dan juga beragam acara syukuran lainnya. Meskipun demikianlah kini nyaris seluruh rakyat Indonesia mengenal tumpeng. Falsafah tumpeng berkait erat bersama dengan kondisi geografis Indonesia, terlebih pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng berasal dari kebiasaan purba penduduk Indonesia yang memuliakan gunung sebagai area bersemayam para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang). Setelah penduduk Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, nasi yang dicetak berwujud kerucut dimaksudkan untuk mencontoh bentuk gunung suci Mahameru, area bersemayam dewa-dewi.

Meskipun normalitas tumpeng udah tersedia jauh sebelum saat masuknya Islam ke pulau Jawa, rutinitas tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa, dan diakui sebagai pesan leluhur berkenaan keinginan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam formalitas kenduri Slametan terhadap penduduk Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan pada mulanya digelar pengajian Al Quran. Menurut kebiasaan Islam Jawa, "Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa Jawa: yen metu mesti sing mempeng (bila muncul harus bersama dengan sungguh-sungguh). Lengkapnya, ada satu unit makanan kembali namanya "Buceng", dibikin berasal dari ketan; akronim dari: yen mlebu wajib sing kenceng (bila masuk harus bersama sungguh-sungguh) Sedangkan lauk-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka 7 bahasa Jawa pitu, maksudnya Pitulungan (pertolongan). Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa didalam surah al Isra' ayat 80: "Ya Tuhan, masukanlah saya bersama dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya nampak serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang mengimbuhkan pertolongan". Menurut beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad SAW kala bakal hijrah terlihat berasal dari kota Mekah menuju kota Madinah. Maka seumpama seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, maksudnya adalah memohon bantuan kepada Yang Maha Pencipta sehingga kami dapat beroleh kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta mendapatkan kemuliaan yang beri tambahan pertolongan. Dan itu semua bakal kami dapatkan sekiranya kita senang mengusahakan bersama sungguh-sungguh.[butuh rujukan]

Tumpeng merupakan anggota penting di dalam perayaan kenduri tradisional. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya. Karena punya nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng kerap kali berfaedah jadi kue lagi tahun dalam perayaan pesta kembali tahun.

Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, sesudah pembacaan doa, tradisi tak tercantum memberi saran pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan di pada orang-orang yang hadir. Ini ditujukan untuk menyatakan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian seluruh orang yang hadir diundang untuk bersama nikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan.

Acara yang melibatkan nasi tumpeng disebut secara awam sebagai 'tumpengan'. Di Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi 'tumpengan' pada malam sebelum saat tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.

Sejak dulu, tumpeng merupakan salah satu sajian wajib sementara syukuran atau upacara adat. Terutama di pulau Jawa, tumpeng nyaris tak pernah absen di dalam acara peresmian gedung, rumah baru, ulang tahun, kelahiran anak, hingga malam tirakatan terhadap hari Kemerdekaan. Tumpeng sendiri kebanyakan terbuat berasal dari nasi kuning yang dicetak membentuk kerucuk yang diletakkan di atas tampah bambu selanjutnya dihidangkan dengan beragam lauk tradisional layaknya ayam goreng, tempe, tahu, ikan teri, urap, dan masih banyak lainnya.

Dalam bahasa Jawa, tumpeng merupakan sebuah akronim berasal dari kata, 'yen metu harus sing mempeng' yang bermakna 'kalau keluar wajib yang sungguh-sungguh'. Akronim selanjutnya berarti bahwa tiap-tiap pekerjaan harus ditunaikan bersama dengan nyata-nyata dan sungguh-sungguh sehingga hasil yang diperoleh pun dapat maksimal.

Bentuknya yang faktor tiga melambangkan gunung, yang erat hubungannya bersama suatu hal yg berupa spiritual. Bentuk segitiga terhitung merupakan hubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta," jadi Arie Parikesit.

Bila diamati lebih seksama, dalam satu sajian tumpeng, tentu selamanya disediakan dengan tujuh model lauk yang berbeda. Ternyata, jumlah lauk yang ditempatkan di tumpeng jakarta barat sekeliling tumpeng tersebut juga mempunyai arti tersendiri, lho.

Angka tujuh dalam bahasa Jawa disebut bersama makna pitu, atau pitulungan yang berarti adalah pertolongan. Dalam penjelasannya, Arie mengatakan bahwa tujuh style lauk yang disajikan bersama tumpeng merupakan simbol doa dan memohon perlindungan kepada Sang Pencipta sehingga diberi kelancaran dalam jalankan segala sesuatu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *